PENGOLAHAN KOPI
(Laporan Praktikum Pengolahan Hasil
Pertanian)
Oleh
MUHAMMAD BADRUN
1304122042
PROGRAM STUDI D3
PERKEBUNAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kopi merupakan salah
satu komoditi ekspor utama Indonesia. Dimana
Indonesia adalah produsen kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan
Vietnam dengan menyumbang sekitar 6% dari produksi total kopi dunia, dan
Indonesia merupakan pengekspor kopi terbesar keempat dunia dengan pangsa pasar
sekitar 11% di dunia. Kopi merupakan
salah satu komoditi andalan perkebunan yang mempunyai peran sebagai penghasil
devisa negara, sumber pendapatan bagi petani, penciptaan lapangan kerja,
pendorong agribisnis dan agroindustri serta pengembangan wilayah. Produksi kopi Indonesia telah mencapai 600
ribu ton pertahun dan lebih dari 80 persen berasal dari perkebunan rakyat Devisayang diperoleh dari ekspor kopi dapat
mencapai ± US $ 824,02 juta (tahun 2009).
Pada konteks
pengembangan industri, industri biji kopi dan kopi olahan Indonesia mempunyai
potensi untuk dikembangkan karena nilai keterkaitan prospek ke depannya. Peningkatan permintaan di industri biji kopi
dan kopi olahan yang besar akan meningkatkan output di semua industry yang
relatif besar yaitu 1,5 kali lipat. Dengan
memperhitungkan efek konsumsi masyarakat, yaitu jika terjadi peningkatan
pengeluaran rumah tangga yang bekerja di industri kopi, maka kenaikan output
tersebut dapat mencapai 3 kali lipat. Industri
biji kopi dan kopi olahan juga mempunyai kemampuan untuk meningkatkan
pendapatan tenaga kerja di semua industri. Efek induksi pendapatan tenaga kerja di
industri kopi dan kopi olahan terhadap industri lain sekitar 1,6 kali lipat. Keterbatasan dari industri biji kopi dan kopi
olahan adalah daya penyebaran ke belakang lebih tinggi dibandingkan daya
penyebaran ke depan, sehingga pertumbuhan industri ini lebih banyak tergantung
pada pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam
rangka penumbuhan ekspor kopi Indonesia, maka pengembangan komposisi produk,
distribusi pasar, dan daya saing harus diperhatikan. Strategi penetrasi dan pengembangan pasar
ekspor merupakan pilihan strategi yang dapat dilakukan.
Pada saat
bersamaan, peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran ekspor tetap perlu
dilakukan. Potensi pengembangan yang
dimiliki industri kopi biji dan kopi olahan Indonesia perlu diaktualisasikan
dengan memperhitungkan peluang pengembangan pasar internasional. Berbagai produk kopi olahan yang telah dapat
diproduksi di Indonesia perlu diekspor untuk memperbaiki kelemahan ekspor
Indonesia pada komposisi produk. Melihat prospek pasar komoditas kopi
tersebut, diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan produksi dan kualitas kopi,
baik melalui usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi kebun.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui kriteria kopi beras yang baik untuk dijadikan bubuk kopi.
2.
Mengetahui tahapan pengolahan kopi bubuk.
3.
Mengetahui tingkatan suhu untuk menyangrai kopi beras.
4.
Mengetahui jenis kualitas kopi bubuk yang baik.
II. PEMBAHASAN
Proses
pengolahan kopi bubuk menjadi bubuk kopi terdiri dari beberapa tahapan proses
yaitu sebagai berikut:
a. Sortasi Biji Kopi Beras Kering
Biji
kopi beras disortasi secara mekanik untuk memisahkan biji ukuran besar (ukuran
> 6,5 mm), ukuran medium (5,5 mm<d<6,5mm) dan ukuran kecil (< 5,5
mm). Biji pecah dan biji kecil terpisah
di rak paling bawah. Biji kopi yang siap
dijadikan bahan dalam pembuatan kopi bubuk adalah biji kopi yang sudah
dikeringkan kadar airnya berkisar antara 12-13%. Permukaan bijinya sudah bersih dari lapisan
kulit tanduk dan kulit ari. Biji kopi
merupakan bahan baku pembuatan kopi bubuk yang biasa digunakan sebagai minuman
sehingga aspek mutu (fisik, kimiawi, kontaminasi dan kebersihan) harus diawasi
sangat ketat karena menyangkut citarasa, kesehatan konsumen, daya hasil
(rendemen) dan efisiensi produksi. Dari
aspek citarasa dan aroma, seduhan kopi akan sangat baik jika biji kopi yang
digunakan telah diolah secara baik.
b. Penyangraian
Proses
ini merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji
kopi dengan perlakuan panas. Biji kopi
secara alami mengandung cukup banyak senyawa organik calon pembentuk citarasa
dan aroma khas kopi. Waktu sangrai
ditentukan atas dasar warna biji kopi sangrai atau sering disebut derajad
sangrai. Makin lama waktu sangrai, warna
biji kopi sangrai mendekati cokelat tua kehitaman (Mulato, 2002). Perendangan atau penyangraian bisa
dilakukan secara terbuka atau tertutup.
Perendangan secara tertutup banyak dilakukan oleh pabrik atau
industri-industri pembuatan kopi bubuk untuk mempercepat proses perendangan.
Roasting merupakan proses penyangraian biji
kopi yang tergantung pada waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi
yang signifikan sehingga terjadi kehilangan berat kering terutama gas dan
produk pirolisis volatil lainnya. Kebanyakan
produk pirolisis ini sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan
suhu penyangraian. Selama proses
penyangraian, ada tiga tahapan reaksi fisik dan kimiawi yang berjalan secara
berurutan, yaitu:
1) Penguapan Air
Proses
penyangraian diawali dengan penguapan air yang ada di dalam biji kopi dengan
memanfaatkan panas yang tersedia dan kemudian diikuti dengan reaksi pirolisis. Penguapan air ini terjadi pada suhu 1000C.
2) Penguapan Senyawa Volatile
Pada
tahap kedua, setelah air menguap maka seiring dengan semakin tingginya suhu
pemanasan maka semakin banyak senyawa volatile yang menguap. Senyawa tersebut antara lain aldehid,
furfural, keton, alcohol, dan ester.
3) Pirolisis
Pirolisis
pada dasarnya merupakan reaksi dekomposisi senyawa hidrokarbon antara lain
karbohidrat, hemiselulosa dan selulosa yang ada di dalam biji kopi sebagai
akibat dari pemanasan. Reaksi ini
umumnya terjadi setelah suhu sangrai di atas 1800C. Secara kimiawi proses ini ditandai dengan
evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak dari ruang sangria. Sedang secara fisik, pirolisis ditandai dengan
perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi coklat muda lalu
menjadi coklat kayu manis hitam dengan permukaan berminyak. Tidak jarang tahap ini disebut tahap
pencoklatan.
Alat
penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau kontinous.
Pemanasan dilakukan pada tekanan
atmosfir dengan media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan
melakukan kontak dengan permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa desain
pemanas, hal ini merupakan faktor penentu pada pemanasan. Desain paling umum yang dapat disesuaikan baik
untuk penyangraian secara batch maupun kontinous merupakan drum
horizontal yang dapat berputar. Umumnya,
biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara panas melalui drum ini, kecuali pada
beberapa roaster dimana dimungkinkan terjadi aliran silang dengan udara
panas. Udara yang digunakan langsung
dipanaskan menggunakan gas atau bahan bakar, dan pada desain baru digunakan
sistem udara daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfir serta menekan
biaya operasional (Ciptadi dan Nasution ,1985).
Penyangraian
sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang akan dikonsumsi,
perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana. Perubahan fisik terjadi termasuk kehilangan
densitas ketika pecah.
Berdasarkan
suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 tingkatan yaitu
light roast suhu yang digunakan 1930 sampai 199°C, medium
roast suhu yang digunakan 204°C dan dark roast suhu yang digunakan
2130 sampai 221°C. Secara
laboratoris tingkat kecerahan warna biji kopi sangrai diukur dengan pembeda
warna lovibond (Mulato,
2002).
Biji kopi beras sebelum disangrai
mempunyai warna permukaan kehijauan yang bersifat memantulkan sinar sehingga
nilai Lovibond nya (L) berkisar antara 60-65. Pada penyangraian ringan (light),
sebagian warna permukaan biji kopi berubah kecoklatan dan nilai L turun menjadi
44-45. Jika proses penyangraian
dilanjutkan pada tingkat medium, maka nilai L biji kopi makin berkurang secara
signifikan kekisaran 38-40. Pada
penyangraian gelap, warna biji kopi sangrai makin mendekati hitam karena
senyawa hidrokarbon terpirolisis menjadi unsur karbon. Sedangkan senyawa gula mengalami proses
karamelisasi dan akhirnya nilai L biji kopi sangrai tinggal 34-35. Kisaran suhu sangrai untuk tingkat sangrai
ringan adalah antara 190-195o C, sedangkan untuk tingkat sangrai
medium adalah sedikit di atas 200o C. Untuk tingkat sangrai gelap adalah suhu 213-221°C. Ligh roast menghilangkan 3-5% kadar
air: medium roast, 5-8 % dan dark roast 8-14% ( Ridwansyah, 2003).
Waktu
penyangraian bervariasi mulai dari 7 sampai 30 menit tergantung pada suhu dan
tingkat sangrai yang diinginkan. Kisaran
suhu 190–195°C untuk tingkat sangrai ringan (warna coklat muda), suhu 200–205°C
untuk tingkat sangrai medium (warna coklat agak gelap), suhu di atas 205°C
untuk tingkat sangrai gelap (warna coklat tua cenderung agak hitam). Alat penyangrai terdiri dari silinder,
pemanas, dan alat penggerak atau pemutar silinder. Cara kerja silinder dipanaskan sampai suhu
3400C dengan 10 putaran/menit atau 3100C dengan 20
putaran/menit. Lalu kopi dimasukkan ke
dalam silinder dampai mencapai tahap roasting point (kopi masak sangrai)
pemanasan segera dihentikan dan didinginkan.
Pada alat penyangrai yang dirancang oleh BPP Bogor, untuk
menyangrai 15 kg kopi diperlukan waktu + 1 jam, untuk 3 kg kopi
diperlukan waktu hanya 15 menit dan dipanaskan hingga suhu + 340o
C dengan putaran 20 putaran/menit.
Tahap
awal roasting adalah membuang uap air pada suhu penyangraian 100° C dan
berikutnya tahap pirolisis pada suhu 180° C. Pada tahap pirolisis terjadi perubahan-perubahan
komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak 10 %. Proses roasting berlangsung 5-30 menit.
Sampel segera diambil setelah roasting
dan digiling dengan metoda standar, sedikit air ditambahkan ke biji kopi
pada tahap pendinginan untuk mempercepat pendinginan dan meningkatkan
keseragaman ukuran partikel untuk penggilingan berikutnya. Pada beberapa roaster, air ditambahkan ke biji
dalam drum penyangrai diakhir proses. Biji
kopi kemudian dikeluarkan lalu ditaruh dalam baki dingin berlobang dimana udara
dihembuskan.
Perubahan
sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, menurut Ukers dan
Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) terjadi seperti swelling,
penguapan air, tebentuknya senyawa volatile, karamelisasi karbohidrat,
pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas sebagai hasil
oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan
karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari kemudian gas-gas
ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi. Senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi
menurut Mabrouk dan Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985) adalah :
1. Golongan fenol dan asam tidak mudah
menguap yaitu asam kofeat, asam klorogenat, asam ginat dan riboflavin.
2. Golongan senyawa karbonil yaitu
asetaldehid, propanon, alkohol, vanilin aldehid.
3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu
oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat,
mekoksalat, merkaptopiruvat.
4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso
leusin, variline, hidroksiproline, alanin, threonin, glisin dan asam aspartat.
5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam
asetat, propionat, butirat dan volerat.
Makin lama dan makin tinggi suhu
penyangraian, jumlah ion H+ bebas didalam seduhan makin berkurang
secara signifikan. Di dalam proses penyangraian sebagian
kecil dari kafein akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu
aseton, furfural, amonia, trimethilamin, asam formiat dan asam asetat. Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai
senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa
kalium kafein klorogenat. Biji kopi yang
disangrai dapat langsung dikemas. Pengemasan
dilakukan dengan kantong kertas, ketika kopi dipisahkan dari otlet khusus dan
digunakan langsung oleh konsumen. Tempat
penyimpanan yang lebih baik serta kemasan vakum diperlukan untuk mencegah
deteriorasi oksidatif jika kopi tidak melewati oulet khusus.
c. Pencampuran
Pencampuran
biji kopi sangrai ditujukan untuk mendapatkan cita rasa dan aroma yang khas
dengan mencampur beberapa jenis bahan baku atas dasar jenis biji kopi berasnya
(Arabika, Robusta, Exelsa, dll), jenis proses yang digunakan (proses kering,
semi-basah, basah), dan asal bahan baku (ketinggian, tanah, dan
agroklimat). Beberapa jenis bahan baku
tersebut disangrai secara terpisah, ditimbang dalam proporsi tertentu (atas
dasar uji cita rasa) dan kemudian dicampur dengan alat pencampur putar tipe
hexagonal.
d. Pendinginan Biji Sangrai
Setelah
proses sangrai selesai, biji kopi harus segera didinginkan di dalam bak
pendingin. Pendinginan yang kurang cepat
dapat menyebabkan proses penyangraian berlanjut dan biji kopi menjadi gosong (over
roasted). Selama pendinginan biji
kopi diaduk secara manual agar proses pendinginan lebih cepat dan merata. Selain itu, proses ini juga berfungsi untuk
memisahkan sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai
(Mulato, 2002).
e. Pengilingan Biji Kopi Sangrai
Penggilingan biji kopi sangrai dapat dilakukan
secara tradisional dan menggunakan alat mesin penghalus. Penggilingan tradisional oleh para
petani dilakukan dengan cara menumbuk kopi dengan alat penumbuk yang disebut
lumpang dan alu yang terbuat dari kayu. Setelah
ditumbuk sampai halus, bubuk kopi lalu disaring dengan ayakan paling besar 75
mesh. Bubuk kopi yang tidak lolos ayakan
dikumpulkan dan ditumbuk lagi.
Biji
kopi sangrai yang dihaluskan dengan alat penghalus (grinder) harus sampai
diperoleh butiran kopi bubuk yang halus ataupun dengan tingkat kehalusan
tertentu. Butiran kopi mempunyai luas
permukaan yang sangat besar sehingga senyawa pembentuk cita rasa dan senyawa
penyegar mudah larut ke dalam air panas.
Mesin penghalus biji kopi sangrai yang umum digunakan oleh industri kopi
bubuk adalah tipe burr-mill. Burr mill
terdiri atas dua buah piringan (terbuat dari lempengan batu atau baja), yang
satu berputar (rotor) dan yang lainnya diam (stator). Mekanisme penghalusan terjadi dengan adanya
gaya gesek antara permukaan biji kopi snagrai dengan permukaan piringan dan
sesama biji kopi sangrai. Proses gesekan
yang snagat intensif akan menyebabkan timbul panas di mesin dan akan
berpengaruh pada mutu kopi bubuk (kehilangan aroma). Oleh karena itu maka mesin penghalus
sebaiknya dioperasikan secara terputus.
Jika suhu bubuk kopi sudah panas, maka mesin dihentikan dan dibuka
tutupnya untuk mendinginkan bagian dalam komponen penggilingnya dan kemudian
mesin dapat dioperasikan kembali.
Tingkat kehalusan bubuk kopi ditentukan oleh ukuran ayakan
yang dipasang pada bagian dalam mesin pembubuk.
Makin halus ukuran ayakan di dalam silinder pembubuk, ukuran partikel
bubuk kopinya makin halus. Jika lubang
ayakan digunakan 80 mesh, maka akan diperoleh distribusi ukuran partikel. Penampilan yang menarik bubuk kopi
meningkatkan permintaan pasaran. Hasil
penggilingan biji kopi dibedakan menjadi bubuk kasar (coarse), bubuk sedang
(medium), bubuk halus (fine), bubuk amat halus (very fine).
Pilihan kasar halusnya bubuk kopi berkaitan dengan cara
penyeduhan kopi yang digemari oleh masyarakat. Penggilingan melepaskan sejumlah kandungan CO2
dari kopi. Sebagian besar dilepaskan
selama proses dan setelah penggilingan. Sejumlah
besar mungkin masih tertahan terutama pada kopi giling kasar. Rendemen bubuk kopi adalah susut berat biji
kope selama disangrai dan dihaluskan sampai menjadi kopi bubuk dan dinyatakan
sebagai perbandingan antara berat kopi bubuk yang diperoleh dengan berat biji
kopi beras yang diproses. Kehilangan
biji kopi selama penyangraian disebabkan oleh penguapan senyawa yang mudah
menguap (bertitik didih rendah) yang ada di dalam biji, dan juga disebabkan
oleh penguapan air. Sedangkan susut
berat selama proses penghalusan umumnya terjadi karena partikel kopi bubuk yang
sangat halus terbang ke lingkungan akibat gaya sentripetal putaran pemukul
mesin penghalusnya. Rendemen tertinggi,
yaitu 81%, diperoleh pada derajat sangrai ringan dna terendah, yaitu 76%.
Biji
kopi sangrai dihaluskan dengan mesin penghalus sampai diperoleh butiran kopi
bubuk dengan ukuran tertentu. Butiran
kopi bubuk mempunyai luas permukaan yang relatif besar dibandingkan jika dalam
keadaan utuh. Dengan demikian, senyawa
pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut ke dalam air penyeduh
(Mulato, 2002). Penggilingan kopi skala
luas selalu menggunakan gerinda beroda (roller), gerinda roller ganda
dengan gerigi 2-4 pasang merupakan alat yang paling banyak dipakai. Partikel kopi dihaluskan selama melewati tiap
pasang roller. Derajat
penggilingan ditentukan oleh nomor seri roller yang diguncikan. Kondisi ideal dimana ukuran partikel giling
seragam adalah mustahil, namun variasi lebih rendah jika menggunakan gerinda roller
ganda. Alternatif lain adalah
penggilingan sistem tertutup berbasis proses satu tahap, dimana jika ukuran
partikel melebihi saringan maka partikel dikembalikan ke pengumpan untuk
digiling ulang. Sejumlah kulit tipis (chaff)
terlepas dari biji kopi, terutama robusta, ikut tergiling. Pencampuran kulit tipis ini, khususnya dengan
kopi gosong, memberikan keuntungan berupa peningkatan sifat aliran dengan
penyerapan minyak yang menetes (Ciptadi dan Nasution ,1985).
f. Pengayakan
Pengayakan
bertujuan untuk mendapatkan kopi bubuk yang seragam, yaitu sekitar 30-40 mosh. Syarat mutu kopi bubuk menurut Standar
Mutu Indonesia (SNI) 01-3542-1994 adalah:
Kadar air maksimal : 8%
Kadar abu maksimal : 6%
Kealkalian abu : 57-66 m/N lindi/100gram
Kadar sari dihitung dari bahan kering : 20-36 %
Logam berbahaya : negatif
Keadaan (rasa, bau, warna) : normal
g. Pengemasan
Tujuan
pengemasan adalah untuk mempertahankan aroma dan citarasa kopi bubuk selama
transportasi, saat didistribusikan ke konsumen dan selama dijajakan di toko, di
pasar tradisioonal dan di pasar swalayan. Demikian halnya selama disimpan oleh pemakai. Jika dikemas secara baik, kesegaran, aroma dan
cita rasa kopi bubuk akan berkurang ssecara signifikan setelah satu atau dua
minggu. Beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap keawetan kopi bubuk selama dikemas adalah kondisi penyimpanan (suhu
lingkungan), tingkat sangarai, kadar air kopi bubuk, kehalusan bubuk dan
kandungan oksigen di dalam kemasan. Kehilangan
aroma dan citarasa kopi bubuk selama dikemas atau disimpan terutama disebabkan
oleh kandungan air dan oksigen di dalam kemasan. Air di dalam kemasan akan menghidrola senyawa
kimia yang ada di dalam kopi bubuk dan menyebabkan bau apek (stale). Keberadaan oksigen yang terlalu banyak di
dalam kemasan juga akan mengurangi aroma dan citarasa kopi karena proses
oksidasi. Senyawa-senyawa aldehid mudah
teroksidasi membentuk senyawa asam atau senyawa lain yang berpengaruh tersebut,
bahan pengemas harus mempunyai sifat-sifat daya transmisi rendah terhadap uap
air, daya penetrasi rendah terhadap oksigen, sifat permeable rendah terhadap
aroma dan bau, sifat permeabel terhadap gas CO2, daya tahan yang
tinggi terhadap minyak dan sejenisnya, daya tahan yang tinggi terhadap goresan
dan sobekan, mudah dan murah diperoleh.
Beberapa
jenis kemasan yang umum digunakan adalah plastik transparan, alumunium foil, dan
metal. Masing-masing mempunyai kelebihan
dan
kekurangan
baik dari aspek daya simpan, kepraktisan penggunaan dan harga.
Selain
keawetan, kemasan juga harus menarik pembeli kopi bubuk. Rancangan gambar, warna dan tulisan dicetak
dengan jelas di permukaan kemasan agar menarik pembeli dan tampil beda dengan
produk-produk sejenis yang telah beredar di pasaran. Tidak seperti pada pabrik kopi bubuk skala
besar, pengemasan kopi bubuk untuk industri skala UKM pada tahap awal cukup
menggunakan pengemas manual hard press atau hand sealer. Jika diinginkan usia simpan kopi bubuk yang
lebih lama, oksigen di dalam kemasan dikurangi ke tingkat yang paling rendah. Proses pengemasan secara manual dilakukan
dalam tiga tahapan, yaitu memasukkan kopi bubuk ke dalam kemasan, menimbang
kemasan dan menutup kemasan. Ketiganya
dilakukan oleh tiga operator secara berurutan. Sedangkan, labelling tanggal kadaluwarsa dilakukan
setelah seluruh tahapan proses pengemasan selesai. Kardus diberi nama perusahan, merek dagang
dan label produksi yang jelas. Tumpukan
kardus kemudian disimpan di dalam gudang dengan sanitasi, penerangan dan
ventilasi yang cukup. Tumpukan kardus disangga
di atas palet kayu dan tidak menempel di lantai atau dinding gudang.
h. Pengawasan Proses
Kopi bubuk adalah bahan minuman yang selain memberikan
kenikmatan harus juga aman bagi konsumen. Oleh karena itu, kriteria mutu biji
kopi sebagai bahan baku kopi bubuk yang meliputi aspek fisik, cita rasa dan
kebersihan serta aspek keseragaman dan konsistensi harus dimonitor secara
reguler dan berkelanjutan. Selain tahapan proses pengolahan harus jelas,
kriteria mutu harus didefinisikan secara jelas sehingga pada saat terjadi
penyimpangan, suatu tindakan koreksi yang tepat sasaran dapat segera dilakukan.
Jenis pengawasan proses (proses kontrol) dan kontrol mutu yang harus dimonitor
pada pengolahan kopi bubuk.
III. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari pembuatan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Biji kopi beras yang baik dijadikan kopi
bubuk adalah biji kopi yang sudah dikeringkan dengan kadar air berkisar antara
12-13%, permukaan bijinya sudah bersih dari lapisan kulit tanduk dan kulit ari,
serta berwarna mengkilat.
2. Tahapan pembuatan kopi
bubuk yaitu sortasi biji kopi beras, tahap penyangraian dan pencampuran,
pendinginan biji kopi sangrai, tahap penggilingan, pengayakan, pengemasan, dan
pengawasan mutu.
3. Suhu penyangraian kopi beras dibedakan
atas 3 tingkatan yaitu light roast dengan suhu 1930-199°C, medium roast dengan
suhu 204°C dan dark roast dengan suhu 2130-221°C.
4. Kopi
bubuk yang berkualitas adalah kopi bubuk yang memiliki aroma khas kopi (body)
karena proses pengolahan yang bersih dan penyangraian dilakukan dengan waktu
dan suhu yang tepat.
DAFTAR
PUSTAKA
Ciptadi dan Nasution ,1985. Kopi. Kanisius.
Jakarta.
Estiasih, Teti dan Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara. Malang.
Najiyati, S. dan Danarti. 2001. Budidaya Kopi dan Penanganan Pasca Panen. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Mulato, Sri. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan Tema Mewujudkan Perkopian Nasional Yang
Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan Lingkungan dalam Pengembangan
Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk Meningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi
Rakyat. Denpasar : 16 –17 Oktober
2002. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar