MANAJEMEN PANEN
KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)
(Makalah Panen dan Pasca Panen
Kelapa Sawit)
Oleh
MUHAMMAD BADRUN
1304122042
![]() |
PROGRAM STUDI D3
PERKEBUNAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan
tanaman multiguna yang dapat memberikan banyak manfaat. Tanaman ini dapat mengahasilkan minyak sawit
dan minyak inti sawit. Selain itu,
tanaman kelapa sawit dapat menghasilkan bahan biodiesel, lumpur sawit dapat
digunakan sebagai bahan baku pakan ternak, tandan kosongnya dapat digunakan
sebagai pupuk organik, serta pulp kayunya digunakan untuk bahan baku
pembuatan kertas. Oleh karena itu,
tanaman kelapa sawit banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia, perkebunan
besar negara maupun perkebunan besar swasta. Sehingga produksi kelapa sawit di Indonesia
dapat berpengaruh terhadap melambungnya nilai devisa negara (Sukamto, 2008).
Minyak kelapa sawit memiliki keunggulan apabila dibandingkan
dengan minyak nabati lainya seperti minyak kelapa, minyak biji bunga matahari
ataupun minyak kedelai. Keunggulan
tersebut dapat kita lihat dari total produksi dalam per hektar tanaman kelapa
sawit lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain, tanaman kelapa sawit memiliki
umur ekonomis yang panjang, resiko kegagalan budidaya kecil dan penggunaan
kelapa sawit beragam. Dari keunggulan
tersebut yang membuat permintaan atas minyak kelapa sawit terus meningkat. Tercatat pada tahun 2008, produksi Crude
Palm Oil (CPO) mencapai 17.539.788 ton, hasil ini meningkat drastis sebesar
150 % dari tahun 2000 yang hanya mencapai produksi CPO sebesar 7.000.508 ton
dengan rata-rata peningkatan 18.8 %/tahun. Produktivitas kelapa sawit untuk Indonesia
mulai dari tahun 2003-2009 mencapai rata-rata 3.27 ton/ha. produktivitas yang
terbesar dimiliki oleh Perusahaan Besar Swasta (PBS) yaitu rata rata 3.59
ton/ha, disusul oleh Perusahaan Besar Negara (PBN) dengan rata-rata 3.48 ton/ha
dan Perusahaan Rakyat (PR) sebesara 2.97 ton/ha. Ekspor CPO pada tahun 2013 mencapai 20.572,2
ton dengan rata rata peningkatan nilai ekspor mencapai 22.24 %/tahun. CPO ini
dikirim ke beberapa negara yaitu India, China, USA dan beberapa negara Uni
Eropa (Direktorat Jendral Perkebunan, 2013).
Usaha untuk mencapai hasil yang menguntungkan, tentu saja
petani ataupun perusahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia harus menerapkan
teknik budidaya kelapa sawit yang baik dan benar sehingga menghasilkan mutu
produksi kelapa sawit yang berkualitas. Untuk meningkatkan mutu produktivitas kelapa
sawit sangat ditentukan oleh kualitas pemeliharaan dan cara pamanenan kelapa
sawit (Fauzi, 2012).
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1.
Mengetahui manajemen panen yang dilakukan pada
perkebunan kelapa sawit
2.
Mengetahui beberapa hal yang harus diperhatikan
sebelum panen sawit
3.
Mengetahui tujuan pengawasan panen kelapa sawit
4.
Mengetahui hal-hal yang harus diawasi saat panen
sawit
II. PEMBAHASAN
A. Manajemen Panen Sawit
Manajemen panen sawit merupakan kegiatan pengelolaan
pemanenan sawit agar tercapai hasil produksi yang maksimal dan
menguntungkan. Untuk mendapatkan hasil
produksi yang optimal, dibutuhkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
produktivitas tanaman kelapa sawit. Faktor-faktor manajemen panen harus
benar-benar dimengerti oleh pimpinan kebun, agar hasil produksi yang
berkualitas dapat tercapai. Beberapa
faktor tersebut adalah sistem panen, taksasi panen, seksi panen, rotasi panen,
kriteria matang panen, kebutuhan tenaga kerja, peralatan panen, pelaksanaan
panen, transportasi panen, premi panen, dan denda potong buah (Sukamto, 2008).
a. Sistem Panen
Umumnya dikenal
dua sistem ancak panen, yaitu ancak giring dan ancak tetap. Pada system panen ancak giring pemanen diberi
ancak sempit dan setelah selesai pindah ke ancak berikutnya yang telah ditunjuk
oleh mandor. Sistem ini baik digunakan
untuk areal yang rata. Kelebihan sistem
ini adalah memudahkan pengawasan pekerjaan panen dan hasil panen lebih cepat
sampai ke TPH untuk diangkut ke PKS.
Sedangkan pada sistem panen ancak tetap pemanen diberikan ancak yang
tetap setiap rotasi panen di areal tersebut. Sistem ini baik digunakan pada areal yang
sempit, daerah rendahan atau daerah berbukit dan pada areal tahun tanam yang
berbeda. Pada sistem ini mandor lebih
mudah membagi ancak, tetapi buah lebih lambat keluar, sehingga lambat juga
sampai ke pabrik (Fauzi, 2012).
Pada manajemen panen sawit juga
dikenal istilah system organisasi panen.
Sistem
organisasi panen yang dikenal ada dua macam yaitu Block Harvesting System
Non Division Of Labour (BHS Non DOL) dan Block Harvesting System
by Division Of Labour (BHS by DOL). BHS
Non DOL adalah sistem panen yang menerapkan dengan satu pemanen saja yang
melakukan kegiatan pemotongan tandan buah masak di pokok, mengutip berondolan
sampai dengan mengantar tandan buah masak ke tempat pengumpul hasil. Sedangkan BHS by DOL adalah sistem panen yang
menerapkan dengan beberapa orang untuk melakukan pemotongan tandan buah masak
pada pokok, mengutip berondolan dan mengantar TBS ke tempat pengumpul hasil. BHS by DOL terbagi atas dua macam, yaitu BHS
by DOL 2 dan BHS by DOL 3. BHS by DOL-2
adalah sistem panen yang menggunakan 2 tenaga kerja/hancak panen untuk
melakukan kegiatan potong buah dan pengutipan berondolan, sedangkan BHS by
DOL-3 menggunakan 3 tenaga kerja pemanen/hancak panen untuk melakukan kegiatan
potong buah, pengutipan berondolan dan mengantar tandan buah segar ke tempat
pengumpul hasil (Sukamto, 2008).
b. Taksasi Produksi
Taksasi produksi atau yang biasa disebut dengan taksasi
panen merupakan kegiatan untuk memperkirakan hasil panen yang akan dilaksanakan
pada kegiatan panen berikutnya. Taksasi
panen dilakukan pada sore hari sebelum besoknya dilakukan pemanen pada areal yang
sama, kegiatan taksasi panen ini dilakukan oleh mandor panen. Tujuan dilakukan taksasi panen adalah untuk
menentukan jumlah tenaga kerja panen , menentukan jumlah tranportasi pengangkut
hasil panen, kemudian untuk memudahkan penentuan pengerjaan pengolahan TBS pada
pabrik kelapa sawit. Hal hal yang sangat
dibutuhkan dalam taksasi adalah informasi Berat Janjang Rata rata (BJR), jumlah
pokok setiap hektar, jumlah pokok sampel, jumlah pokok yang masak dan basis
borong/HK untuk menentukan kebutuhan tenaga kerja panen (Pahan, 2008).
c. Seksi Panen
Seksi panen merupakan pengumpulan blok-blok areal TM. Seksi panen berfungsi sebagai kerangka area
kerja yang harus bisa diselesaikan dalam satu hari panen atau satu rotasi
panen. Sehingga, seksi panen dapat
membantu kontrol mandor ataupun asisten, mempermudah pindah hancak dari satu
blok ke blok lainya dan pengangkutan TBS lebih efesien. Penetapan seksi panen dibuat menyerupai arah
putaran jarum jam, sedangkan penetapan luas setiap seksi dihitung berdasarkan
hasil sensus produksi semester. Seksi
panen yang banyak dipakai dibagi dalam 6 seksi panen, yaitu seksi A,B,C,D,E dan
F. Seksi panen dari A,B,C,D,E dan F di
buat muai dari ujung barat menuju ke timur.
Seksi ini memiliki luasan yang berbeda-beda, penetapan seksi panen mempertimbangkan
beberapa hal yaitu jumlah rotasi panen, luas areal TM, lama jam kerja dan hasil
identifikasi potensi produksi. Seksi
panen tersebut memiliki luasan yang berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh pertimbangan
atas identifikasi potensi produksi atau taksasi produksi semester. Blok yang dianggap memiliki potensi produksi
sedikit digabungkan dengan blok-blok serupa sehinga dalam satu seksi terdapat
luasan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan blok yang dianggap memiliki
produksi tinggi (Sukamto, 2008).
d. Rotasi Panen /
Pusingan Panen
Rotasi panen atau yang biasa disebut dengan “pusingan panen”
adalah waktu yang diperlukan antara panen terahir sampai dengan panen
berikutnya pada areal atau hancak yang sama. Penetapan rotasi panen berguna untuk
menentukan produksi TBS, kualitas/mutu buah dan mutu transport. Pada umumnya, perkebunan kelapa sawit di
Indonesia menggunakan rotasi panen 7 hari. Tiap areal panen dapat dibagi menjadi 3 atau 4
hari panen, namun rotasi panen harus tetap 7 hari. Dalam keadaan normal, panen setidaknya
dilakukan sebanyak 5 kali dalam seminggu atau biasa disebut dengan sistem panen
5/7 yaitu hari senin sampai dengan hari jumat. Rotasi panen dapat dirubah 9-12 hari pada
panen rendah dan pada puncak panen 5/7 hari (Semangun, 2005).
Menurut Semangun (2005) pusingan panen dapat dikatakan
normal apabila memenuhi beberapa hal yaitu :
Ø 7 hari pusingan panen mencapai, artinya
dibutuhkan waktu 7 hari untuk memanen seluruh seksi panen.
Ø Satu seksi panen diselesaikan dalam
satu/dua hari, lebih dari itu maka pusingan panen tidak bisa diakatakan normal.
Ø Apabila mengulang rotasi panen,
pelaksanaan panen terjadi pada hari yang sama dan areal yang sama.
Pusingan yang yang tinggi ( > 7 hari ) disebabkan oleh
beberapa hal
yaitu :
Ø Tenaga panen tidak tercukupi, tenaga
panen yang ada dialihkan ke kegiatan teknis lainya sehingga berakibat pusingan
panen lebih dari 7 hari.
Ø Tingkat ketidak hadiran pemanen tinggi,
sehingga berakibat tidak adanya tenaga panen untuk melaksanakn kegiatan potong
buah pada hancak si pemanen tersebut.
Ø Panen puncak, mengakibatkan pemanen
kualahan untuk melakukan potong buah karena kondisi buah yang sedang banyak,
sehingga dibutuhkan waktu 1 atau 2 hari untuk menyelesaikan hancak dalam satu
seksi.
Ø Curah hujan tinggi, kondisi curah hujan
yang tinggi apalagi hujan pada saat jam kerja memaksa pemanen memutuskan untuk
tidak bekerja dan melanjutkannya pada esok hari, sehingga berakibat
penyelesaian satu seksi panen lebih dari 1 atau 2 hari.
Pusingan yang tinggi tersebut dapat mengakibatkan beberapa
hal, yaitu :
Ø Munculnya buah over ripe atau
buah terlalu matang, hal ini dikarenakan pemanen tidak mampu mengejar pusingan
yang tinggi sehingga buah lambat dipanen.
Ø Buah restan atau buah tidak diantar ke
pabrik selama 24 jam, kondisi buah yang banyak mengakibatkan sistem pengangkutan
tidak mampu mengangkut TBS ke pabrik.
Ø Potensi losses atau kerugian
tinggi, banyaknya TBS dan brondolan di hancak memungkinkan pemanen tidak
mengutip dan membawanya ke TPH karena kondisi buah yang banyak sehingga
biasanya terjadi buah tidak dipanen dan brondolan tinggal.
Ø Kenaikan asam lemak basa pada hasil
olahan kelapa sawit yaitu CPO, adanya buah restan, buah terlalu masak atau
terangkutnya brondolan yang sudah membusuk mengakibatkan tingginya asam lemak
basa pada CPO.
e. Kriteria Matang
Panen
Menurut Sunarko (2009) kriteria matang panen merupakan
beberapa klasifikasi tandan buah kelapa sawit untuk menentukan apakah TBS
tersebut siap dipanen atau tidak. Kriteria
matang panen dapat ditentukan pada saat kandungan rendemen minyak kelapa sawit
dalam keadaan maksimal. Buah kelapa
sawit dikatakan masak apabila terjadi perubahan pada warna kulit, buah akan
berubah menjadi warna merah jingga ketika masak. Tandan buah kelapa sawit dapat dikatakan
matang apabila dalam setiap tandannya terdapat buah yang lepas atau disebut
dengan memberondol sekurang kurangnya 5 brondolan. Tanaman dengan umur kurang lebih 10 tahun ,
jumlah berondolan dapat mencapai 10 butir sedangkan tanaman yang berumur lebih
dari 10 tahun dapat memberondol sebanyak 15-20 butir/pokok.
Penetapan matang panen juga dapat dilihat secara fisiologi
dan visual. Secara fisiologi tandan buah
yang sudah masak akan menjatuhkan beberapa buahnya ke piringan atau ke
gawangan, hal ini diakibatkan karena rendemen minyak yang terkandung dalam buah
sudah mencapai maksimal sehingga buah tidak dapat menempel pada tandannya. Selain itu, secara fisiologi buah yang sudah
masak memiliki daging buah yang lemah atau kenyal sehingga apabila di tusuk
dengan benda tajam akan mudah melukai permukaan buah kelapa sawit. Secara visual , tandan buah yang masak
mengalami perubahan warna pada buahnya, buah yang masak ditandai dengan
perubahan warna kulit buah menjadi jingga.
f. Kebutuhan Tenaga
Panen
Dalam proses pemanenan, tenaga panen menjadi faktor penting
dalam menyukseskan kegiatan panen. Dimana
tenaga panen berhubungan langsung dengan aspek teknis pemanenan. Oleh karena itu, kebutuhan tenaga panen yang
berkualitas sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil produksi yang berkualitas
dan dapat diterima oleh pasar. Dalam
memenuhi kebutuhan tenaga kerja panen, seorang pimpinan kebun harus
mempertimbangkan luas areal dan kemampuan pekerja agar pekerjaan panen dapat
terselesaikan dengan baik. Pada umumnya,
perusahaan kelapa sawit di Indonesia menetapkan rasio tenaga kerja berkisar
1:18, artinya setiap pemanen memiliki areal/hancak yang harus dipanen sebanyak
18 hektar selama satu rotasi/pusingan panen. Kebutuhan tenaga pemanen dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu kerapatan panen, luas hancak panen, kapasitas pemanen, berat
janjang rata rata serta populasi pohon dalam setiap blok (Semangun, 2005). Berikut perhitungan kebutuhan tenaga panen :
Kebutuhan tenaga panen : A x B x C x D / E
Keterangan : A = Luas
hancak yang akan dipanen ( ha )
B = Kerapatan Panen (%)
C = Berat Janjang Rata – rata ( kg )
D = Populasi Tanaman (pohon/ha)
E = Kapasitas Pemanen / HK
g. Peralatan Panen
Penggunan alat panen yang tepat akan mengehemat waktu
pekerjaan dan menjaga kualitas TBS dan brondolan yang dihasilkan. Alat panen sawit yang digunakan menurut Pahan (2008)
adalah sebagai berikut :
1.
Alat chisel (dodos dengan lebar 8cm) di
areal tanaman muda (3-5 tahun)
2.
Egrek ntuk memotong pelepah dan TBS di areal tanaman sawit lebih
dari 10 tahun
3.
Kampak untuk memotong gagang panjang yang ada di TBS
4.
Gancu untuk mengangkat TBS ke angkong atau menyusun TBS di
TPH
5.
Kereta sorong atau angkong untuk mengangkut TBS menuju TPH
6.
Karung atau goni untuk menaruh brondolan
7.
Tojok untuk mengangkat TBS ke dalam
truck pengangkut
Setiap karyawan baru yang masuk sebagai tenaga panen, akan
diberikan tanggung jawab untuk menjaga alat-alat tersebut dengan baik. Setiap pagi, pemanen harus mengecek kondisi
alat, apabila ditemukan kerusakan pemanen akan melapor kepada mandor untuk
diperbaiki ataupun diganti dengan yang baru. Selepas pulang bekerja, alat-alat ini dibawa
pulang oleh pemanen dan disimpan di rumah masing-masing.
h. Pelaksanaan Panen
Kegiatan panen dimulai dari lingkaran pagi oleh mandor panen
kepada tenaga panen. Dalam lingkaran
pagi, mandor memberikan evaluasi kegiatan panen yang berlangsung pada hari
sebelumnya, selain itu mandor juga membagikan hancak kepada pemanen dan
memberikan arahan, lingkaran pagi berlangsung selama 15-20 menit dimulai pada
pukul 06.00. Selepas itu, pemanen
bersiap-siap menuju hancak dengan membawa seluruh peralatan panen. Setelah di hancak, pemanen mencari buah yang
masak dengan melihat 10 brondolan atau lebih di piringan, apabila menjumpainya
maka pemanen wajib memotong buah yang ada di pokok tanaman. Pemotongan TBS sebisa mungkin tidak memotong
pelepah, hal ini dimaksudkan untuk menjaga jumlah pelepah agar tidak terjadi over
pruning yang mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis. Namun, apabila tidak memungkinkan untuk tidak
memotong TBS tanpa memotong pelepah, maka pemanen dianjurkan untuk memotong
pelapah dan menyusunya di gawangan mati dengan membentuk u shape front
staking. Setelah dua pasar rintis
dipotong maka pemanen akan mengutip seluruh brondolan yang berada di piringan,
gawangan mati, jalan rintis dan yang berada pada pokok. Brondolan tersebut dimasukkan ke dalam karung
berondolan. Selain mengutip brondolan,
pemanen juga mengangkut TBS yang sudah di potong ke Tempat Pengumpul Hasil
(TPH) dengan menggunakan angkong. Di
TPH, pemanen memotong gagang panjang pada TBS, pemotongan gagang panjang
membentuk v-cut. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi penyerapan minyak kelapa sawit terhadap gagang,
sehingga pemotongan gagang secara v-cut merupakan tindakan maksimal
untuk mengurangi kerugian. Pemanen
disarankan untuk mengantrikan buah di TPH pada pukul 08.00, karena diharapkan
proeses pengangkutan kelapa sawit ke pabrik dapat berlangsung secara cepat
sehingga tidak menimbulakan buah restan. Setelah TBS diperiksa oleh kerani cek sawit,
maka TBS diangkut dan diantar ke pabrik kelapa sawit (Sunarko, 2009).
i. Transportasi Panen
TBS yang baru dipanen harus segera dikirim
selambat-lambatnya 24 jam ke pabrik kelapa sawit untuk dilakukan pengolahan. Apabila melebihi dari 24 jam maka buah akan
mengalami restan sehingga mempengaruhi hasil olahan kelapa sawit. Oleh karena itu, perlu adanya pengelolaan
transportasi panen yang baik agar setiap harinya transportasi panen terpenuhi. Transportasi yang dimaksudkan adalah
pengangkutan TBS dan brondolan mulai dari TPH menuju pabrik kelapa sawit. Pengangkutan TBS menggunakan truk Mitsubishi
colt dieser 125 PS, truk ini dapat mengangkut TBS sebanyak 6-7 ton/trip. Dalam satu hari biasanya truk ini dapat
mengangkut TBS ke pabrik sebanyak 3 kali atau 3 trip, namun tergantung pada
banyaknya buah yang dipanen pada hari itu. Selain itu, pengangkutan TBS juga menggunakan
truk besar jenis Hino FG 210 PS, truk ini dapat menampung TBS sebanyak 8-9
ton/trip. Dalam satu hari biasanya truk
ini dapat mengirim TBS ke pabrik sebanyak 2 kali atau 2 trip. Truk ini biasanya digunakan pada saat keadaan
buah mengalami peak crop atau panen puncak (Semangun, 2005).
Berbeda dengan pengangkutan TBS, pengangkutan brondolan
menggunakan mobil pick up. Pengangkutan
brondolan dilakukan pada pukul 12.00, hal ini dikarenakan pemeriksaan brondolan
oleh kerani brondolan yang baru selesai pada jam tersebut. Dalam satu hari, biasanya mobil ini dapat
mengangkut brondolan sebanyak 400-500 kg untuk dikirim ke pabrik kelapa sawit. Pengadaan alat-alat transportasi ini
disediakan oleh perusahaan. Alat-alat
transportasi ini dikelola oleh traksi yang ada di perusahaan. Kegiatan traksi di perkebunan kelapa sawit
diarahkan untuk menjamin kelancaran pengangkutan produksi TBS kelapa sawit ke
PKS. Selain itu, traksi juga bertanggung
jawab dalam pengelolaan sarana listrik, pompa air, jalan, jembatan dan
sebagainya (Pahan, 2008).
j. Premi Panen
Premi tidak lepas kaitannya dengan basis, basis merupakan
hasil standar kerja yang ditetapkan oleh perusahaan. Premi panen sangat berpengaruh terhadap
kinerja dan kepuasan kerja karyawan. Pada
dasarnya, pembuatan premi panen berhubungan dengan biaya potong buah per kg TBS
sesuai anggaran tahun berjalan dan sistem premi sebelumnya. Besaran premi harus sesuai dengan anggaran
namun premi tersebut dapat menarik perhatian tenaga kerja agar terciptanya
semangat kerja yang tinggi. Di
indonesia, perkebunan perkebunan kelapa sawit menggunakan dua jenis sistem
premi panen yang diterapkan, yang pertama adalah premi potong buah berdasarkan
jumlah janjang buah/TBS yang didapat kemudian yang kedua premi panen ditentukan
dari jumlah berat (kg) buah/TBS yang didapat setelah ditimbang dari pabrik
(Pahan 2008)
Biasanya basis
panen yang harus dicapai seorang pemanen adalah 1300 kg pada hari biasa,
sedangkan pada hari Jumat 930 kg. Premi
akan diberikan kepada pemanen apabila pemanen tersebut mampu mencapai basis
atau melebihi basis. Premi di bagi atas
dua macam yaitu, premi siap borong dan premi lebih borong. Premi siap borong
merupakan premi yang diberikan kepada pemanen apabila sudah mencapai basis,
sedangkan premi lebih borong diberikan kepada pemanen jika pemanen melebihi
basis yang sudah ditentukan pada hari tersebut. Sistem premi tidak hanya diperuntukan bagi
tenaga kerja pemanen, premi juga diberikan kepada mandor, kerani cek sawit dan
mandor 1. Walaupun sitem premi ini
diberikan kepada seluruh organisasi panen terkecuali asisten divisi, besaran
premi setiap jabatan berbeda-beda. Hal
ini tentu saja disebabkan oleh kapasitas tanggung jawab yang dimiliki setiap
jabatan berbeda. Contoh, pada premi yang
diberikan kepada mador 1 didapat dari total jumlah premi hari ini dibagi dengan
jumlah tenaga kerja yang masuk kemudian di kalikan dengan 125 %. Angka ini lebih besar dari premi yang
didapatkan dari seorang mandor panen yang dikalikan 150 %, hal ini tentu saja
berhubungan dengan kapasitas tanggung jawab seorang mandor panen lebih besar
dari mandor 1 (Fauzi, 2012). Berikut
penjelasan lebih lanjut mengenai basis dan premi panen.
v Basis
Ø Basis borong = 1300 kg
= 930 kg pada hari Jumat
Ø Basis Lebih borong= > 1300 kg
= > 930 kg pada hari Jumat
Ø Basis borong pemanen = Rp 13.500,- /basis borong
v Premi
Ø Premi lebih borong pemanen = Rp 45,-/ kg
Ø Premi mandor panen = Total jumlah premi hari
ini / jumlah HK
panen x 150 %
Ø Premi kerani cek sawit = Total jumlah premi hari ini
/ jumlah HK panen x 125 %
Ø Premi Mandor 1 = Total jumlah premi hari ini / jumlah
HK
panen x 125 %
v Premi brondolan
Ø Premi pemanen = Rp. 140,-/kg
Ø Premi mandor panen = Total seluruh brondolan yang didapat
x Rp 5,-/kg
Ø Premi Kerani brondolan = Total seluruh brondolan yang didapat x Rp
8,-/kg
Ø Premi mandor 1 = Total seluruh brondolan yang didapat x Rp 2,-/kg
k. Denda Potong Buah
Menurut Sukamto (2008) pembuatan denda potong buah bertujuan
untuk memberikan rasa pembelajaran terhadapa kesalahan yang dibuat oleh
karyawan sehingga muncul rasa kehati-hatian terhadap karyawan maupun pengawas
kegiatan agar tidak terjadi kesalahan. Sistem denda yang ada ditujukan kepada
seluruh organisasi panen selain asisten divisi.
Berikut tabel yang menjelaskan tentang denda panen.
Tabel 1. Denda potong
buah untuk pemanen
Jenis kesalahan
|
Besaran denda
|
Potong buah mentah
|
Rp. 10.000,-/ Janjang
|
Buah Underrip dipanen
|
Rp. 5.000,-/Janjang
|
Buah masak tidak dipanen
|
Rp. 10.000,-/Janjang
|
Buah dipotong tinggal di hancak
|
Rp. 7.500,-/Janjang
|
Brondolan tidak dikutip
|
Rp. 1.000,-/Pokok
|
Memotong buah tidak sempurna
|
Rp. 500,-/Pokok
|
Buah tidak diantrikan di TPH
|
Rp. 250,-/Janjang
|
Brondolan banyak sampah
|
Rp. 10,- /Kg
|
Gagang panjang lebih dari 3 cm
|
Rp. 500,-/Janjang
|
Pelepah sengkleh
|
Rp. 1.000,-/Pelepah
|
Buah busuk/ tidak diketek
|
Rp. 500,- /Janjang
|
Over pruning
|
Rp. 1.000,-/Pokok
|
Apabila mandor melakukan denda terhadap pemanen, maka denda
tersebut tidak berlaku bagi mandor. Selain
itu, perhitungan kerani cek sawit apabila melakukan denda terhadap pemanen
dilakukan dengan perhitungan premi krani digunakan premi total hari ini yang
belum dikurangi oleh denda tersebut. Namun
berbeda dengan mandor yang perhitungan preminya digunakan dari total sisa premi
hari ini atau setelah dikurangi denda. Pemberian
denda khusus kepada level supervisi dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 2. Denda potong
buah untuk supervise
Jenis Kesalahan
|
Kerani Panen
|
Mandor Panen
|
Mandor 1
|
Unripe tidak dicatat di LPB-SKU
|
Premi pada hari tersebut tidak dibayar
|
-
|
-
|
Ripe < 92 %
|
Premi pada hari tersebut tidak dibayar
|
Premi pada hari tersebut tidak dibayar
|
-
|
Empty Bunch > 5 %
|
-
|
Premi pada hari tersebut tidak dibayar
|
-
|
Tidak melakukan denda terhadap kesalahan mutu buah
|
Premi pada hari tersebut tidak dibayar
|
Premi pada hari tersebut tidak dibayar
|
-
|
Tidak mencatat jumlah janjang dengan benar
|
Premi pada hari tersebut tidak dibayar
|
-
|
-
|
Brondolan tinggal >2 brondolan/pokok pada saat
pemeriksaan PSQM
|
-
|
Premi pada hari tersebut tidak dibayar
|
-
|
Brondolan tinggal >2 brondolan/pokok dan atau buah
tinggal pada saat kunjungan manajemen
|
-
|
Premi pada hari tersebut tidak dibayar
|
Sanksi Adminstratif
|
Brondolan tinggal >2 brondolan/pokok dan atau buah
tinggal pada saat pemeriksaan oleh internal kebun
|
-
|
Premi pada hari tersebut tidak dipotong 50 %
|
Sanksi Administratif
|
perhitungan diatas lebih mengoptimalkan basis borong atau
hasil yang harus dipenuhi oleh seorang pemanen dengan strategi memperluas
hancak panen ketika kerapatan matang panen sedang rendah. Namun, perhitungan tersebut dapat mempengaruhi
kualitas panen, hal itu terjadi ketika seorang pemanen kurang disiplin atau
faktor usia pemanen yang mempengaruhi penyelesaian hancak panen (Fauzi, 2012).
B.
Pengawasan Panen
Salah satu proses operasional yang penting dalam aspek
produksi untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut adalah dengan pengawasan
produksi (production control). Pengawasan
produksi (panen) merupakan suatu usaha yang dilakukan perusahan untuk mengawasi
proses produksi agar kegiatan produksi dapat terlaksana secara efektif (tercapai
tujuan yang di ingin kan) dan efisien (hemat waktu, tenaga, dan biaya). Dalam hal ini yang dimaksud dengan pengawasan
produksi ialah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui berapa jumlah buah
kelapa sawit yang di hasilkan oleh tanaman kelapa sawit dalam suatu lahan
produksi sehingga dapat di prediksi jumlah panen yang akan di peroleh dan untuk
menjaga kualitas mutu sehingga tercapainya target yang di inginkan oleh
perusahaan (Sunarko, 2009).
Kegiatan-kegiatan Pengawasan panen yang dilakukan antara lain yaitu pengawasan
angka kerapatan buah (AKP) dan penghitungan bunga buah (PBB), pengawasan panen,
kap inspeksi, pengawasan penyortiran buah sawit, pengawasan lingkungan
perkebunan.
a. Angka Kerapatan Panen (AKP)
Menurut Pahan (2008) angka kerapatan panen (AKP) adalah
suatu kegiatan untuk menghitung jumlah buah yang sudah siap panen di lapangan,
dimana kriteria buah sawit yang sudah layak untuk di panen ialah antara lain :
sudah berwarna merah atau orange dan brondolan yang jatuh berjumlah lima biji atau lebih (Fraksi 5 ke atas). Kegiatan menghitung AKP ini biasanya dilakukan
sehari sebelum kegiatan pemanenan di lakukan yang bertujuan untuk mengetahui
jumlah tros yang dapat di panen di lapangan esok hari sehingga dapat di tentukan
jumlah produksi yang akan di hasilkan, jumlah truk yang di perlukan untuk
mengangkut TBS yang di panen, dan berapa harian kerja (HK) yang di perlukan untuk memanen area tersebut.
Cara kerja dalam kegiatan AKP ini, pertama-tama kita harus
mengambil sampel yang akan mewakili seluruh populasi pohon sawit yang
ada, biasanya jumlah sampel yang diambil
bervariasi tergantung kebijakan pimpinan namun biasanya yang paling sering
digunakan ialah 3% atau 5% dari jumlah populasi, pemilihan sampel dilapangan di
lakukan secara acak dimana sampel yang diambil harus lah yang dapat mewakili dari
keseluruhan jumlah populasi.
b.
Perhitungan Bunga Buah “Buah Hitam” (PBB)
PBB adalah suatu kegiatan menghitung jumlah bunga dan buah
yang ada di lapangan, yang perlu diperhatikan dalam kegiatan PBB ini adalah :
Ø Bunga yang di hitung adalah bunga
betina yang telah mengalami penyerbukan dan telah memecah.
Ø Buah yang di hitung dalam kegiatan ini adalah buah yang masi berwarna hitam sedangkan buah yang warnanya sudah mulai memerah tidak di
hitung.
Tujuan : Untuk meramalkan jumlah produksi yang akan di capai
untuk 6 bulan mendatang dan di proyeksikan perbulan. Kegiatan PBB tidak seluruh populasi pohon
yang di hitung bunga dan buah hitam yang dimilikinya namun hanya sampel saja yang di
hitung dan sampel yang diambil harus lah yang dapat mewakili keseluruhan
populasi dimana sampel yang di ambil biasanya bervariasi tergantung dengan
kebijakan pimpinan tapi biasanya minimal 5% dari jumlah populasi yang ada di
lahan budidaya (Sunarko, 2009).
c.
Pengawasan Panen
Panen adalah serangkaian kegiatan mulai dari memotong tandan
matang panen sesuai kriteria matang panen, mengumpulkan dan mengutip brondolan
serta menyusun tandan di tempat pengumpulan hasil (TPH). Tujuan panen adalah untuk memanen seluruh
buah yang sudah matang panen dengan mutu yang baik secara konsisten sehingga
potensi produksi minyak dan inti sawit maksimal dengan dicapai. Oleh karena itu, bila terjadi ada buah matang
yang tidak terpanen, mutu buah yang tidak sesuai dengan kriteria matang panen
dengan buah yang dipanen tidak dapat segera dikirim ke pabrik, agar segera
dicari solusinya. Manajemen kebun
bertugas untuk memanen semua buah matang yang ada dan mengirimnya ke pabrik
pada saat kualitas buah optimum untuk mendapatkan kualitas minyak dan inti
sawit yang maksimum. Buah yang dipanen hari ini harus sampai di pabrik hari ini juga. TBS yang tidak dilakukan pengolahan di pabrik melebihi 24
jam akan menimbulkan Asam Lemak Bebas (ALB) yang tinggi (Hartanto, 2011).
Kriteria matang panen adalah
persyaratan kondisi tandan yan ditetapkan untuk dipanen, adapun kriteria matang panen TBS yaitu 5
Brondolan segar per tandan di piringan. Brondolan di piringan yang kecil ukurannya, brondolan kering atau yang sakit
tidak bisa dijadikan dasar sebagai kriteria matang panen. Dengan tidak memanen tandan yang berondolannya
< 5 butir di piringan secara konsekuen maka komposisi kematangan buah yang
dipanen sampai ke PKS (Pabrik Kelapa Sawit) akan sangat baik. Demikian juga mengenai jumlah pelepah dipokok
dapat dipertahankan 48 − 56 helai karena pelepah baru di turunkan setelah
tandan matang. Kondisi seperti ini dalam
jangka panjang sangat berpengaruh terhadap produksi (Fauzi, 2012)
d. Kap Inspeksi
Kap inspeksi adalah pemeriksaan
terhadap seluruh proses panen dengan memberikan nilai kesalahan sesuai nomor
yang ditetapkan. Kap inspeksi ini
bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan disipalin pelaksanaan panen
sesuai norma. Menurut Hartanto (2011) hal-hal yang
diperiksa adalah antara lain:
1)
Pemeriksaan dan nilai kesalahan di
ancak pemanen :
Ø Buah matang tidak di panen (nilai : 5)
Ø Tandan di panen tidak di angkat ke TPH (nilai : 5)
Ø Brondolan tidak di kutip (nilai : 0,5/brondolan)
Ø Pelepah tidak dipotong dua dan tidak di susun (nilai : 1)
Ø Tidak menurunkan pelepah yang seharusnya diturunkan (nilai : 1)
2)
Pemeriksaan dan penilaian kesalahan di
TPH :
Ø Buah mentah (nilai : 5)
Ø Buah busuk (nilai : 5)
Ø Gagang tandan panjang (nilai : 1)
Ø Kebersihan brondol (nilai : 2)
Ø Penulisan nomor (mandor dan panen) di pangkal gagang tandan (nilai : 0,5).
Berdasarkan hasil pemeriksaan di TPH
dan ancak panen dari setiap pemanen dapat di
nilai dan di tentukan kelas pemanen sebagai dasar pembayaran premi.
Klassifikasi pemanen sesuai tabel 3 berikut :
Tabel 3. Klasifikasi
kelas pemanen sawit.
Klassifikasi
|
Total kesalahan
|
Nilai Pemeriksa Panen
|
A
|
0 – 10
|
90 – 100
|
B
|
11 – 20
|
80 – 89
|
C
|
21 – 30
|
70 – 79
|
D
|
31 – 40
|
60 − 69
|
Keterangan :
Kelas = 100 - Total kesalahan
e. Penyortiran TBS
Penyortiran TBS adalah menyeleksi
dengan cara memilih dan memilah TBS yang memenuhi kriteria panen dan TBS yang
belum memenuhi kriteria panen. TBS tersebut
akan di angkut dari TPH kedalam truck dan mengirimnya ke pabrik kelapa sawit. Kegiatan ini bertujuan agar tidak ada buah
mentah atau pun janjangan kosong yang ikut diangkut ke pabrik kelapa sawit. Kegiatan penyortiran buah ini dilaksanakan
oleh petugas KCS (kerani chek sawit). Petugas KCS akan memeriksa dan melakukan pencatatan di TPH, hal-hal yang di awasi dan di catat oleh KCS
adalah jumlah TBS yang ada di TPH, buah mentah yang ada di TPH, jumlah TBS
yang di angkut truck, jumlah TBS yang tertinggal di TPH.
Petugas KCS juga membuat Surat Pengantar (SP) yang akan
ikut di bawa ke PKS. Surat Pengantar
berisikan jumlah TBS yang di angkut dan nomor seri kendaraan truck yang
mengangkut TBS (Semangun, 2005).
f.
Pengawasan Lingkungan Perkebunan
Pengamanan adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga suatu
keadaan atau pun kondisi agar tetap stabil dan aman. Kegiatan
pengamanan ini di lakukan oleh bagian pengamanan yang terdiri diri satpam dan
centeng. Pengawasan lingkungan
perkebunan adalah merupakan suatu usaha untuk menjaga keadaan lingkungan
perkebunan agar tetap stabil aman dan terkendali. Dalam kegiatan pengawasan lingkungan
perkebunan ini di lakukan oleh pertugas satpam yang merupakan karyawan dari
bidang pengamanan. Menurut Semangun
(2005) dalam kegiatan pengawasan lingkungan perkebunan ini ada beberapa hal
penting yang rutin dilakukan oleh petugas satpam setiap harinya antara lain
yaitu :
Ø Membuka dan menutup pintu palang,
dimana kegiatan membuka pintu palang dilakukan sebelum jam.08.00 WIB dan
kemudian di tutup kembali kira-kira pada pukul 18.00 WIB.
Ø Shift 1 (jaga malam) kegiatan ini
dilakukan dari jam 18.00 WIB – jam 06.00 dalam kegiatan ini petugas CENTENG
harus berkeliling keseluruh areal perkebunan dan juga harus mengawasi RESTAN
(buah sawit yang tidak terangkut oleh truck dan harus bermalam di TPH).
Ø Shift 2 (Patroli di siang hari)
kegiatan ini dilakukan dari jam 06.00 WIB – 18.00 WIB dalam kegiatan ini
petugas centeng juga harus berkeliling keseluruh areal perkebunan dan memantau
keadaan di area perkebunan.
Ø Kegiatan pengamanan ini dilakukan
setiap harinya tanpa ada hari libur.
III. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari pembuatan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Manajemen panen yang dilakukan pada perkebunan
kelapa sawit antara lain sistem
panen, taksasi panen, seksi panen, rotasi panen, kriteria matang panen,
kebutuhan tenaga kerja, peralatan panen, pelaksanaan panen, transportasi panen,
premi panen, dan denda potong buah.
2.
Sebelum melakukan panen sawit kita harus menyiapkan tenaga
kerja dan peralatan panen.
3.
Tujuan pengawasan panen sawit adalah agar dapat diketahui jumlah buah kelapa sawit yang dihasilkan, dan kegiatan produksi dapat
terlaksana secara efektif (tercapai tujuan yang di ingin kan) dan efisien
(hemat waktu, tenaga, dan biaya)
4.
Kegiatan pengawasan panen sawit yang dilakukan antara lain
pengawasan angka kerapatan buah (AKP) dan penghitungan bunga buah (PBB),
pengawasan panen, kap inspeksi, pengawasan penyortiran buah sawit, pengawasan
lingkungan perkebunan.
DAFTAR
PUSTAKA
Direktorat
Jendral Perkebunan. 2013. Pengembangan
Kelapa Sawit Nasional, Mewujudkan Visi Indonesia 2020. Diakses melalui http://ditjenbun.deptan.go.id//index.php.(5 Desember 2012).
Fauzi.
2012.
Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hartanto. 2011. Budidaya Kelapa Sawit. Citra Media Publising. Yogyakarta.
Pahan. 2008. Manajemen
Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.
Semangun.
2005.
Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sunarko. 2009. Budidaya dan Pengolahan Kebun Kelapa Sawit
Dengan Sistem Kemitraan. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Sukamto.


thanks, ini sangat membantu
BalasHapusterimakasih,sangat bermanfaat
BalasHapusAir Jordan 6'9 Double-Edge Razor - Jordan6Retro
BalasHapusCompare prices and find an amazing price for the Air website to buy air jordan 18 retro men Jordan 6'9 Double-Edge Razor. (United States) at a air jordan 18 retro racer blue great site low air jordan 18 retro men blue shop price. Compare the website to buy air jordan 18 retro men top-rated brands air jordan 18 retro red great site